Oleh: Iswara N Raditya || 5 Desember 2017
Tabariji, Sultan Ternate yang Terpaksa Pindah Agama
Ilustrasi Kesultanan Ternate; 1735. FOTO/Wikicommon |
Sultan Tabariji dibawa Portugis dari Ternate ke India untuk diadili, dan kemudian berpindah agama dari Muslim menjadi pemeluk Kristen.
Kegemparan melanda Maluku bagian utara pada awal 1534. Kabar mengejutkan
terdengar dari jauh: Sultan Tabariji, penguasa Kesultanan Ternate yang
dinobatkan setahun sebelumnya, telah melepaskan Islam dan beralih menganut
Kristen.
Rakyat Ternate sontak merapatkan barisan. Mereka bersiap menolak
kedatangan Sultan Tabariji yang sedang dalam perjalanan pulang dari tanah
pembuangan di India. Apapun yang bakal terjadi, Ternate tidak boleh diperintah
raja yang telah berpindah agama.
Sementara itu, kapal yang membawa Sultan Tabariji telah berlabuh di
Malaka dan bersiap melanjutkan pelayaran menuju Ternate.
Kuatnya Islam di Ternate
Menurut sumber-sumber lokal, seperti disebutkan Arkeologi Islam
Nusantara karya Uka Tjandrasasmita (2009), Kepulauan Maluku telah dikunjungi
orang-orang Islam, yakni kaum pedagang dari Arab sejak abad ke-14 (hlm. 60).
Ketika itu, Ternate dipimpin raja ke-12, Molomateya (1350-1357).
Penguasa Ternate pertama yang diyakini memeluk Islam adalah Zainal
Abidin (1486-1500). Sejak periode inilah gelar sultan mulai digunakan untuk
menggantikan sebutan kolano, gelar pemimpin yang sebelumnya dipakai secara
turun-temurun.
Pada era Sultan Zainal Abidin, syariat Islam juga mulai dilaksanakan.
Bahkan sistem pemerintahan Islam Ternate ini menjadi standar yang diikuti
hampir seluruh kerajaan di Kepulauan Maluku. Menurut Djokosurjo dalam Agama dan
Perubahan Sosial (2001), Sultan Zainal Abidin konon pernah berguru kepada Sunan
Giri di Gresik (hlm. 106).
Baca juga: Jalan Setapak Syekh Siti Jenar
Kendati begitu, Islam diduga masuk ke Ternate jauh sebelum masa Raja
Molomateya. Indikasinya adalah nama-nama bernuansa Timur Tengah sudah dipakai
beberapa penguasa Ternate terdahulu. Beberapa di antaranya raja ke-2 dan ke-3,
yakni Jamin Qadrat (1277-1284) dan Komala Abu Said (1284-1298), juga Syah Alam
(1332-1343) serta Abu Hayat I (1347-1350).
Yang jelas Islam dan Ternate sudah berinteraksi sedari abad ke-13, jauh
sebelum Portugis datang pada 1512. Bahkan, Ternate menjadi pusat penyebaran
Islam ke hampir seluruh Kepulauan Maluku dan pulau-pulau lain di sekitarnya,
hingga ke Filipina bagian selatan.
Baca juga: Orang Yahudi Naik Haji: Leopold Weiss alias Muhammad Asad
Drama Portugis dan Tabariji
Tabariji naik ke puncak singgasana Kesultanan Ternate pada 1533 berkat
campur tangan Portugis. Itu terjadi setelah pemimpin sebelumnya, Sultan Abu
Hayat II (berkuasa sejak 1529), dilengserkan. Saudara tiri Tabariji diturunkan
paksa karena sering terlibat polemik dengan Portugis.
Tidak mudah bagi Portugis untuk menggulingkan Sultan Abu Hayat II.
Dukungan besar dari rakyat Ternate menjadi penghalang terbesar. Hingga pada
1531, sang sultan dituding sebagai otak pembunuhan pejabat tinggi Portugis. Ia
kemudian ditangkap, dimakzulkan, diadili, dan diasingkan ke Malaka.
Dalam Sejarah Sosial Kesultanan Ternate (2010) disebutkan, Portugis lantas
memakai pengaruhnya untuk mendesak dewan kerajaan agar mengangkat Tabariji
sebagai pemimpin baru (hlm. 9). Saat itu, Tabariji masih berstatus pangeran.
Bagi Portugis, Pangeran Tabariji lebih mudah dikendalikan setelah
diangkat menjadi sultan. Portugis juga meyakini Tabariji akan berterima kasih
karena telah dibantu mengambilalih takhta Ternate dari trah Abu Hayat II yang
merupakan saudara tirinya. Mereka berdua adalah putra Sultan Bayanullah
(1500-1522) dari lain ibu.
Baca juga: Perang Ternate-Portugis vs Tidore-Spanyol
Portugis ternyata salah perkiraan. Sultan Tabariji awalnya memang
kooperatif, namun lama-kelamaan mulai memperlihatkan penentangan, bahkan
menunjukkan kebencian terhadap Portugis. Inilah yang membuat Portugis berpikir
lagi bagaimana caranya menindak tegas sultan yang telah mereka naikkan itu.
Seperti saat menjungkalkan Sultan Abu Hayat II, Portugis menerapkan
taktik serupa terhadap Sultan Tabariji. Diungkapkan R. Soekmono dalam Pengantar
Sejarah Kebudayaan Indonesia (1981), Sultan Tabariji dibawa ke India untuk
diadili atas tuduhan persekongkolan jahat (hlm. 50). Tuduhan tersebut palsu
belaka.
Dipaksa Pindah Agama atau Sukarela?
Sejumlah referensi mencatat bahwa di India, Sultan Tabariji dipaksa
Portugis agar meninggalkan Islam dan masuk Kristen jika ingin berkuasa kembali
di Ternate. Selain itu, Tabariji diminta pula untuk menyerahkan Ambon, Buru,
dan Seram, serta mengakui Ternate sebagai vasal dari Kerajaan Portugis (Sejarah
Sosial Kesultanan Ternate, 2010: 9).
Namun, ada beberapa sumber lain yang menuliskan kisah berbeda tentang
perpindahan agama Sultan Tabariji. Paramita Rahayu Abdurachman (2008) dalam
Bunga Angin Portugis di Nusantara: Jejak-jejak Kebudayaan Portugis di
Indonesia, misalnya, menyebut bahwa Tabariji masuk Kristen bukan karena
paksaan.
Disebutkan pada halaman 44, dengan mengutip tulisan P. Tiele (1877-1887)
dalam De Europeers in den Maleischen Archipel, Volume I-IX, Sultan Tabariji
bertemu seorang bangsawan Portugis bernama Jordao de Freytas yang sering datang
ke Maluku. Pertemuan itu terjadi di India, tepatnya di Goa, lokasi di mana
Sultan Tabariji akan diadili. De Freytas menyarankan kepada Tabariji memeluk
Kristen untuk membuktikan bahwa ia tidak terlibat dalam persekongkolan yang
dituduhkan kepadanya. Nasihat itu dituruti. Tabariji akhirnya memeluk Kristen
dan memakai nama Manuel. Ibunda Tabariji juga dikristenkan, dibaptis dengan
nama Isabella.
Kerelaan Tabariji dan ibunya memeluk Kristen disebut-sebut memantik
simpati Raja Portugis. Menurut R.Z. Leirissa dalam Sejarah Kebudayaan Maluku
(1999), atas perintah Raja Portugis, Tabariji dipulangkan ke Ternate untuk
dipulihkan posisinya sebagai sultan (hlm. 29).
Apakah Tabariji masuk Kristen dengan terpaksa atau sukarela memang masih
menjadi perdebatan. Tapi yang pasti, Tabariji sudah berpindah agama dan bersiap
pulang ke Ternate dari India melalui Malaka.
Baca juga: Sultan Baabullah Sang Penakluk
Di Ternate sendiri, singgasana Kesultanan Ternate telah diduduki oleh
Sultan Khairun Jamil. Orang ini tidak lain adalah saudara kandung Sultan Abu
Hayat II yang dijungkalkan Portugis sebelum menaikkan Tabariji.
Sultan Khairun Jamil menggalang kekuatan rakyat untuk menolak pulangnya
Tabariji yang telah berpindah agama. Namun, Tabariji tak pernah kembali. Ia
meninggal dunia dalam pelayaran setelah transit di Malaka pada 1534 itu.
Rakyat Ternate menolak kembalinya Sultan Tabariji karena dianggap telah murtad.
_________________________________________
Reporter :
Iswara N Raditya
Penulis :
Iswara N Raditya
Editor : Ivan Aulia Ahsan
Editor : Ivan Aulia Ahsan