Oleh: Iswara N Raditya || 31 Mei 2017
Al-Ilmu Nuurun
Al-Zahrawi, Mahaguru Dokter Bedah Sedunia
Abul Qasim. tirto.id/Gery |
Al-Zahrawi atau El Zahrawi alias Abulcasis adalah ahli dari
para ahli bedah yang sumbangsihnya sangat besar bagi dunia kedokteran modern.
Sejak catgut atau benang bedah ditemukan, luka tidak lagi ditutup dengan
semut. Semut? Ya, dahulu kala, semut-semut berukuran besar kerap digunakan
sebagai media menjahit luka, ini pernah lazim dilakukan di pelosok-pelosok
Amerika Selatan, juga di pedalaman Afrika.
Selain semut, ada jenis dedaunan tertentu yang juga bisa dipakai untuk
menutup luka. Daun itu harus dikunyah terlebih dulu sebelum ditempelkan di atas
luka sampai tertutup rapat, dengan harapan luka tersebut cepat mengering.
Baca juga: Orang Yahudi Naik Haji: Leopold Weiss alias Mohammad Asad
Catgut mulai dikenal pada pertengahan abad ke-10 atas
peran besar Al-Zahrawi. Benang bedah temuan Al-Zahrawi ini dibuat dari jaringan
hewan –biasanya dari usus kambing atau sapi– sehingga dapat diterima oleh tubuh
manusia dan halal digunakan oleh orang Islam.
Siapakah sebenarnya Al-Zahrawi si penemu catgut itu?
Bapak Ilmu Bedah Modern Nama panjangnya adalah Abul Qasim Khalaf ibn
al-Abbas az-Zahrawi, biasa dipanggil Al-Zahrawi atau El Zahrawi. Orang-orang
Eropa lebih suka memakai nama Abulcasis untuk menyebutnya.
Al-Zahrawi lahir pada 936 Masehi di Zahra, sebelah barat daya Cordoba,
Provinsi Andalusia, Spanyol. Inilah pusat pengetahuan, kebudayaan, sekaligus
simbol kedigdayaan Islam di Eropa, berjuluk “permata dunia abad ke-10” di bawah
naungan Kekhalifahan Dinasti Umayyah.
Kala itu, Cordoba adalah wilayah yang sangat kaya, amat kuat, dan
termasuk kota yang paling maju di Eropa Barat (Ana Ruiz, Vibrant Andalusia: The
Spice of Life in Southern Spain, 2007:39). Di sinilah yang menjadi tempat
munculnya para ilmuwan muslim, Al-Zahrawi salah satunya.
Sumbangsih Al-Zahrawi bagi dunia kedokteran modern –termasuk dan
khususnya ilmu bedah– sangat besar. Catgut hanyalah satu dari puluhan penemuan
Al-Zahrawi yang sangat berdaya-guna hingga berabad-abad berikutnya, bahkan
sampai saat ini, tentunya dengan inovasi demi inovasi seiring kemajuan zaman.
Al-Zahrawi telah menemukan 26 peralatan bedah yang semuanya belum pernah
ada di masa-masa sebelumnya. Selain catgut, ia juga memperkenalkan alat-alat
baru lainnya, sebutlah pisau bedah, sendok bedah, retractor, pengait, surgical
rod, specula, bone saw, plaster, dan masih banyak lagi (Robert Kretsinger, History and Philosophy of Biology,
2015:24).
Tak hanya penemuan berupa barang atau peralatan saja, Al-Zahrawi juga
merumuskan pemikiran yang sangat membantu perkembangan ilmu kedokteran modern.
Banyak dokter dari berbagai penjuru Eropa dan belahan bumi lainnya yang datang
kepada Al-Zahrawi untuk belajar.
Maka tidak heran ketika seorang penerjemah asal Italia bernama Pietro
Argallata menyebut Al-Zahrawi sebagai “pemimpin dari seluruh ahli bedah” (M.R.
Islam, et.al., The Greening of
Pharmaceutical Engineering, 2015:257). Dengan kata lain, ia ibarat mahaguru
bagi dokter-dokter bedah sedunia.
BAPAK ILMU BEDAH MODERN |
Perumus Kitab Ilmu Kedokteran
Karya monumental hasil pemikiran Al-Zahrawi adalah sebuah buku setebal
1.500 halaman yang terdiri dari 30 jilid dengan tajuk At-Tasrif liman Ajiza an
at-Ta'lif. Inilah kitab suci bagi kaum dokter sedunia yang beberapa pengetahuan
di dalamnya bahkan masih dijadikan rujukan dan pedoman sampai sekarang.
Melalui kitab inilah Al-Zahrawi memaparkan kurang lebih 200 peralatan
bedah, termasuk 26 alat hasil temuannya itu, ia juga mengupas bermacam teknik
dalam operasi bedah. Di atas lembar-lembar Al-Tasrif pula, ia
mengklasifikasikan 325 macam penyakit beserta gejala dan cara pengobatannya.
Tak hanya tentang bedah dan daftar penyakit saja yang dipaparkan
Al-Zahrawi lewat kitab tebal itu, banyak sekali pengetahuan lainnya terkait
ilmu kedokteran yang terhimpun di dalamnya. Al-Tasrif telah diterjemahkan ke
bahasa Latin, Inggris, Perancis, hingga Ibrani, dan menjadi acuan utama
kalangan medis di Eropa kala itu.
Baca juga: Tabariji, Sultan Ternate yang Terpaksa Pindah Agama
Ahli bedah ternama abad ke-14 asal Prancis, Guy de Chauliac, bahkan
mengutip isi ajaran Al-Tasrif lebih dari 200 kali (Fred Ramen, Abulcasis: Renowned Muslim Surgeon of the
Tenth Century, 2006:90). Sampai abad ke-16, Al-Tasrif masih dijadikan
rujukan utama hingga diambil-alihnya kembali maskot ilmu pengetahuan Eropa oleh
bangsa barat sejak masa Renaisans yang mulai menggejala sejak dua abad
sebelumnya.
Al-Zahrawi meninggal dunia pada 1013 M dalam usia 77 tahun dan sempat
mengabdi untuk keluarga penguasa Andalusia dari Dinasti Umayyah saat itu,
Khalifah Al-Hakam II, sebagai dokter khusus kerajaan (Yahya Muhammad, Islam and Science, 2007: 63).
Abul Qasim Khalaf ibn al-Abbas az-Zahrawi termasuk generasi emas Islam
Andalusia yang terakhir. Tidak seberapa lama setelah ia wafat, era gemilang
Dinasti Umayyah di Cordoba juga turut purna yang sekaligus menjadi sinyal bakal
berakhirnya keperkasaan Islam di Eropa.
Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan
penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti dan pemikir Islam di berbagai
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam --
melalui para sarjana dan pemikir muslim -- pernah, sedang dan akan memberikan
sumbangan pada peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.
Naskah-naskah tersebut akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau
"ilmu adalah cahaya".
Al-Zahrawi menemukan puluhan alat bedah sejak abad ke-10 yang hingga saat ini masih digunakan.
_________________________________________
Reporter :
Iswara N Raditya
Penulis :
Iswara N Raditya
Editor : Nurul Qomariyah Pramisti
Editor : Nurul Qomariyah Pramisti