manawaLOG - Manusia mempunyai satu titik
sumber sinergi yang mendorong atau menstimulasi seluruh aktivitas tubuh untuk
berinteraksi dengan dunia. Hal ini dibuktikan bahwa pada waktu mempuyai
kesadaran yang penuh ada sesuatu yang berperan padanya. Manusia dengan
dikaruniai akal budi merupakan mahluk hidup yang sadar dengan dirinya.
Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan
diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya.
Descartes,
seorang filsuf modern asal Prancis, secara garis besar ia berpendapat bahwa
pikiran manusia merupakan entitas yang lebih tinggi tingkatannya dari pada
tubuh. Pikiran mempunyai
prioritas atas tubuh.
Fakta bahwa kita dapat berpikir menunjukkan bahwa manusia
merupakan entitas yang memiliki kesadaran. Ada relasi internal antara kesadaran
dan pikiran. Pikiran juga memiliki prioritas atas dunia. Tanpa pikiran tidak
ada realitas eksternal. Dengan demikian pikiran terpisah dari dunia. Pikiran
adalah entitas yang mandiri. Pikiran juga terlepas dari tubuh. Argumen
Descartes banyak dikenal sebagai teori tentang dualisme tubuh dan jiwa.
Mahluk hidup khususnya manusia mendambakan kesadaran jasmani
maupun rohani.
Kesadaran membawa kita kepada titik temu dimana
kita menyadari bahwa kita hanya seoonggok materi berpolutan keduniawian.
Polemik kehidupan menjadi hal yang sangat mengganggu, kesalahan
dan dosa menjadi hal yang sangat signifikan dalam menentukan benar atau tidaknya
tindakan yang akan dilakukan nanti. Itu juga dapat menghambat kita kepada
“character building” yang sesungguhnya, karena proses terbentuknya karakter
kepribadian seorang manusia akan bisa terjadi jikalau kita senantiasa pada
taraf kesadaran.
Pada kondisi itulah kita digodok untuk mencipta kembali ke asalnya
manusia.
Di tengah kegelisahan manusia terkadang kita suka termenung dan
kembali pada alam niruang dengan mengeksplorasi seluruh potensi berpikir kita.
Alam angan menjanjikan kita ketenangan, membawa kita kepada titik kesadaran dan
mempercepat kembalinya kita kepada nilai fitrah manusia.
Dari aspek keduniawian, menjadi suatu kewajaran bila hidup ini
terasa mati atau kita merasa mati padahal realitasnya kita hidup. perasaan itu
sering terjadi bila pada saat kita menemukan kejenuhan yang pada dasarnya itu
hanya sesaat akan tetapi kita membiarkannya untuk berlarut-larut membasahi
perasaan kita dan pada akhirnya kita merasakan kehidupan yang mati.
Maka dari itu diperlukan kedewasaan berpikir serta bersikap agar
nilai kewajaran tersebut bisa menjadi sesuatu yang patut disadari sehingga kita
tak terbuai didalamnya.
Baca juga: Kontemplasi Kosmos
Bila kita sadar, pada saat nanti kita akan lebih menghargai hidup
sebagai anugrah Tuhan, merasakan kenyamanan dari setiap helah nafas sampai
kepada kepatuhan terhadap aturannya tanpa bertolak belakang dari konteks
fitrahnya manusia itu sendiri. Semua yang terjadi akan menjadi pengalaman, dan
pengalaman yang kita alami akan menjadi guru yang paling berharga untuk
mengajarkan kita kepada kualitas hidup yang lebih baik.
Proses berkelangsungannya tata surya pada orbitnya menyebabkan
kita merasakan sebuah sensasi, yaitu sebentuk sensasi waktu sehingga pada masa
tertentu kita kembali merasakan nilai-nilai kesadaran yang sudah menjadi
ketentuan sang maha pencipta kita dan juga manusia hanya menanti dan sekaligus
mencari akan nilai kesadaran yang telah ditunjukkan secara explisit tersebut
oleh tuhan.
Pada dasar pengembaraan pemikiran manusia memiliki tingkatan
kesadaran yang bertahap. Yakni kesadaran yang memiliki nilai korelasi antara
satu sama lain. Tingkatan kesadaran itu digolongkan menjadi tiga yang saling
mengikat dan apabila salah satu dari tiga itu gugur maka akan sulit untuk kita
merasakan kembali keasal (fitrah). Ketiga tingkatan itu adalah kesadaran
intelektual, humanis, ilahiyah.
1. Kesadaran Intelektual mengajarkan kita arti Berpikir Dewasa dan
Bijaksana
Dalam hal kesadaran intelektual yang berperan adalah akal budi,
jadi segala sesuatu yang kita ketahui pada akhirnya direalisasikan oleh akal
budi tersebut. Dan pola pikir kita yang akan menentukan segala sesuatu yang
baik dan yang buruk, akan kita lakukan atau tidak, itu semua terlepas dari
korespondensi hati yang secara hakiki telah mendiktekan mana yang benar atau
yang sebaliknya.
Kesadaran ini menuntut penggunaan akal budi seutuhnya tanpa
terkontaminasi oleh pola berpikir ego dan arogansi. Karena akal budi konteksnya
adalah kebaikan, jadi bila kita sungguh-sungguh mengembalikan pikiran kepada
akal budi murni pastinya kita akan menemukan kesadaran intelektual tersebut.
Berpikir murni akal budi dalam tingkatan kesadaran intelektual
pada dasarnya membentuk karakter kedewasaan serta membimbing kita kepada
kebijaksanaan. Akan tetapi bila jauh dari konteks kesadaran berpikir tersebut
yang akan kita dapatkan adalah arogansi berpikir yang membawa kita pada
keterpurukan intelektual.
Konsekuensinya kita harus sadar akan ketidak-tahuan atau apapun
yang membuat kita menjadi seperti bodoh atau memang benar-benar membuat kita
bodoh akan pengetahuan yang sudah menjadi fitrah kita. Itu semua dapat
diantisipasi jikalau kita sudah mulai memasuki dan merasakan getaran berpikir
murni akal-budi, dan pada akhirnya segala ego dan arogansi akan lenyap tergilas
dikarenakan kita sudah menjadi sadar dalam taraf intelektualitas kita.
2. Humanis Sebagai Bentuk
Kesadaran dari Kesadaran Intelektual
Hakikatnya manusia adalah sebagai mahluk sosial, manusia tidak
mungkin bisa hidup tanpa sumbang-sih atau kehadiran manusia lainnya di bumi
ini. Jadi manusia antar satu sama lain saling menutupi bila ada sekat yang
menghalau dan saling membuka diri bila sekat memang tidak bisa ditutupi lagi.
Manusia dapat mengerti ini semua apabila ia tahu posisinya
ditengah dunia ini dan kembali lagi kepada hasil perenungan akal manusialah
yang membimbing manusia mengetahui posisinya bahwa Ia berada dalam individu,
individu-individu manusia lainnya di dunia. Yang akhirnya dapat memperkuat
realitas bahwa manusia adalah sebagai mahluk sosial.
Dari opini tersebut diatas bisa kita tarik benang merah disini
bahwa ada korelasi antara kesadaran intelektual dan kesadaran humanis. Karena
kesadaran humanis merupakan realitas kehidupan yang tak mungkin bisa
diimplementasikan bila kesadaran intelektual tak kita sadari sepenuhnya.
Didalam konteks humanis atau kemanusiaan yang terpenting adalah
bagaimana kita sebagai manusia bisa mengartikan sinyal-sinyal yang ditebar oleh
manusia lainnya sebagai sebuah pesan manusiawi yang kemudian kita
interpretasikan pesan tersebut sebagai bentuk kesusahan, kesenangan dll..,
sehingga tercipta kesinambungan yang selaras yang kemudian menjauhkan kita dari
sikap bermasyarakat yang eksklusif, Itu tidak diinginkan.
Kita sebagai pribadi yang merasakan kesadaran humanis dengan
sendirinnya dapat membangun siklus kehidupan bermasyarakat berjenjang,
menghargai dan juga pribadi yang memanusiakan manusia baik bagi diri kita
sendiri maupun untuk semua. Ini akan melahirkan nilai, dalam bentuk nilai luhur
yang memuliakan manusia dari mahluk hidup lainnya dimuka bumi ini.
Kita harus bisa empati terhadap manusia lainnya, kita juga harus
bisa respect terhadap apa yang ada diantara hidup kita yang bertetangga.
Seyogyanya semua itu dapat terwujud harmonis bila kita mengerti
akan kesadaran intelektualitas seutuhnya. Maka itu harus tercipta sebuah
keselarasan antara keduannya agar kesadaran humanis terlaksana. Sungguh indah
untuk dibayangkan bila siklus sosial kemanusiaan didukung dengan implementasi
seutuhnya dari kesadaran intelektual.
3. Kesadaran Ilahiyah
Kesadaran Ilahiyah adalah merupakan bentuk penyederhanaan dari
konsep lama tentang spiritualitas yang tetap mempunyai hakikat sama. Konsepnya
selalu mempunyai ruang relevansi di setiap zaman, baik dari dahulu hingga
sekarang ataupun yang akan datang. Kesadaran ilahiyah menempatkan seseorang
pada kesadaran tertinggi, yang digunakan adalah hati dan juga yang paling dalam
yaitu alam bawah sadar.
Kesadaran ini biasanya cepat mengadaptasi pada manusia yang
tingkat kemandiriannya seimbang dengan keimanannya.
Sebenarnya ini merupakan konsep sederhana yang menyadarkan kita
akan adanya kekuatan diatas kekuatan, penggerak diatas yang digerakkan, serta
pencipta diatas yang diciptakan. Singkatnya segala dari segalanya, yang kita
biasa menyebut-Nya Tuhan.
Titik temu Ilahi ini adalah puncak kesadaran yang menggerakkan
semua kesadaran. Ilahi merupakan nilai absolute dan sebagai harga mati dalam
pencapaian kesadaran manusia. Kita sudah menemukan puncak tertinggi dimana
semua kedudukan nilai sadar manusia berada diatas ambang niruang dan nirwaktu
yang ada hanyalah perasaan terlahir kembali sebagai manusia fitri.
Fitrah manusia yang kita dambakan telah didepan mata, jalannya
terbentang lebar, segala ketentraman dan kebahagiaan yang bersifat lintas kelas
dan lintas alam telah mulai mendekati kita.
Tugas kita kini hanya meraihnya dan merasakannya untuk kembali
mengambil manfaatnya menjadi manusia fitri.
Oleh karena itu semua, sepatutnya kita mulai membuka diri dan
merenungkan semua untuk menemukan kesadaran kita, sembari menilai sampai mana
titik batas kesadaran yang telah kita raih dan kita refleksikan kedalam
kehidupan kita, yang akhirnya nanti kita akan terhanyut dalam suasana kembali
seperti asal yaitu dalam keadaan senantiasa fitrah.
Berpikir murni akal budi dalam tingkatan kesadaran intelektual
pada dasarnya membentuk karakter kedewasaan serta membimbing kita kepada
kebijaksanaan.
Akan tetapi bila jauh dari konteks kesadaran berpikir tersebut
yang akan kita dapatkan adalah arogansi berpikir yang membawa kita pada
keterpurukan intelektual.
Kita juga sebagai pribadi yang merasakan kesadaran humanis dengan
sendirinnya dapat membangun siklus kehidupan bermasyarakat berjenjang,
menghargai dan juga pribadi yang memanusiakan manusia baik bagi diri kita
sendiri maupun untuk semua.
Oleh karena itu semua, sepatutnya kita mulai membuka diri dan
merenungkan semua untuk menemukan kesadaran kita, sembari menilai sampai mana
titik batas kesadaran yang telah kita raih dan kita refleksikan kedalam
kehidupan kita, yang akhirnya nanti kita akan terhanyut dalam suasana kembali
seperti asal yaitu dalam keadaan senantiasa fitrah.
Tulisan ini diolah dari beberapa referensi buku dan sumber
internet untuk mengenang literatur-literatur Filsafat Ilmu.