manawaLog - Sejarah pemikiran yang maksimal atau sekurang-kurangnya sisi pencapaian
maksimal merupakan hikmah dan filsafat. Sejarah filsafat tersebut layak
ditengahkan agar generasi masa kini dapat memahami berbagai peristiwa besar
dalam dunia pemikiran dan segala perubahannya dalam sepanjang zaman.
Sejarah
pemikiran itu sesungguhnya merupakan kenyataan tragis yang muncul
dalam arena kehidupan, dimana banyak manusia besar yang telah memainkan peranan
menonjol dan saling bertarung antara satu sama lain.
Bagaimana
mungkin orang-orang Arab mengenal filsafat dan ilmu pengetahuan, jika
kenyataannya mereka tidak menaruh perhatian pada syarat utama yang diperlukan
untuk untuk mengenal peradaban walau hanya secara teoritis yakni mencatat dab
menulis buku untuk mengabadikan kemajuan pikiran yang mereka terima dari suatu
generasi ke generasi berikutnya sebagai pusaka pemikiran.
Pada hal
generasi baru sangat membutuhkan cara pengabadian seperti itu untuk kemudian
mereka perkaya pula denganberbagai penemuan baru hasil pencapaian akal pikiran
mereka.
Peradaban
Islam, mempunyai keistimewaan di bandingkan dengan peradaban lainnya. Karena
peradaban Islam dapat bertahan jauh lebih lama daripada peradaban orang-oang
Kaldan, Suryani, Persia dan Yunani.
Tidak diragukan
lagi bahwa panji filsafat yang pindah ke Eropa pada zaman renaisance berasal
dari orang-oang Arab, lantas mengalami perkembangan sampai zaman kita dewasa
ini, dan mulai kembali lagi pada orang Arab.
Setelah ilmu
pengetahuan mengalami perkembangan, dan setelah ahli-ahli Arab lebih
mendalaminya lagi sampai berhasil meletakkan kaidah-kaidah hukumnya, barulah
para ahli fikir dapat meningkatkan ilmu pengetahuan menjadi filsafat dan
menempatkannya pada landasan yang kokoh.
Tetapi
kemudian, gelombang penelitian ilmiah dan pengkajian ilmu alam dan ilmu pasti
terhenti, maka ilmu filsafat pun ikut tersorot dan kehilangan landasan tempat
berpijak.
Jika itu telah
tercapai barulah kita dapat berbicara tentang Filsafat Islam, atau berbincang
lagi dengan Filsafat Arab. Berkat revolusi politik, sosial dan kebudayaan, yang
sedang terjadi dewasa ini, insya Allah filsafat Islam kelak akan muncul
kembali.
Tulisan ini
berupaya memberi pengertian pada kita bagaimana menerjemahan ilmu filsafat
kedalam bahasa Arab, dan bagaimana pula sesungguhnya “Zaman Penerjemahan”
sebagai proses awal perpindahan ilmu pengetahuan. Juga akan dapat diketahui
berbagai buku ilmiah terpenting pada masa itu yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab.
Mulanya kaum
filosof keluar sebagai pemenang. Tetapi akhirnya mereka terpental, dan layar
turun menutup panggung filsafat. Filsafat kemudian divonis sebagai pemikiran
kufur dan orang diharamkan untuk menekuninya.
Baca juga: Filsafat sebagai Ilmu Kritis - Franz Magnis Suseno
Sebelum menganut Islam orang Arab tidak mengenal filsafat.
Mereka sama sekali tidak menaruh perhatian pada ilmu pengetahuan dan
peradaban yang datang dari negeri tetangganya, seperti yang dibawa oleh orang
Mesir kuno, orang Yunani, Babilonia, Kaldan, Persia dan India.
Dalam buku Tahshilus-Sa'adah (Memperoleh
Kebahagiaan) Al-Farabi mengetengahkan kisah perjalanan filsafat dari
bangsa-bangsa kuno sampai pada orang Arab, :
"Konon ilmu tersebut pada zaman dahulu milik orang-orang Kaldan, penduduk Iraq. Lantas berpindah pada orang Mesir lalu berpindah lagi pada orang Yunani. Beberapa kurun waktu kemudian, ilmu tersebut berpindah lagi pada orang Suryani dan selanjutnya pada orang-orang Arab. Semua yang tercakup di dalam ilmu iti dirumuskan dalam bahasa Yunani, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Suryani lalu kedalam bahasa Arab. Ilmu yang mereka peroleh dari orang-orang Yunani itu pada umumnya mereka beri nama Hikmah dan Hikmah Terbesar. Sedangkan penekunan dan penguasaannya dinamakan Filsafat, yang berarti mengutamakan dan mencintai Hikmah Terbesar. Orang yang menguasai ilmu disebut Filosof, yakni orang yang mencintai dan mengutamakan Hikmah Terbesar. Mereka berpendapat bahwa Hikmah Terbesar itu merupakan keutamaan, karena itu mereka menamakannya: Sumber Segala Ilmu, Induk Semua Ilmu, Sumber Segala Hikmah dan Sumber Kecakapan Manusia."
Filsafat pindah ke tangan orang
Arab setelah Islam. Setelah agama baru itu mengantarkan mereka ke dalam kehidupan
baru, dan mengangkat derajat mereka dari ruang lingkup kesukuan yang sempit di
Semenanjung Arabia ke cakrawala kemanusiaan yang luas.
Baca juga: Dunia Sophie Sebuah Novel Filsafat - Jostein Gaarder
Ketika itu kaun Muslimin
telah mempunyai sebuah negara besar yang wilayahnya membentang dari negeri Cina
di Timur Jauh sampai Andalusia di Barat (sekarang: daerah-daerah Portugis dan
Spanyol). Semuanya, atau sebagian besar penduduk wilayah negara yang seluas itu
beragama Islam dan berbicara dengan satu bahasa, yaitu bahasa Arab.
Sejak saat itu samoai
sepuluh abad lamanya kaum Muslimin menjadi pengibar panji peradaban dunia.
Mereka menyelami berbagai macam ilmu pengetahuan, keahlian dan teknologi.
Semuanya itu mereka tekuni dan mereka dalami sehingga menjadi filsafat, yang
sebagaimana dikatakan Al-Farabi, Sumber Segala Hikmah dan Induk Segala Ilmu.
Pada umumnya, demikian
pula halnya peradaban. Ia tumbuh dalam kehidupan suatu bangsa, kemudian
berkembang dan akhirnya menyusut namun tidak mati, tetapi pindah pada bangsa
lain.
Dengan mengikuti sejarah
filsafat yang penulis uraikan dalam tulisan ini, maka perlu diketahui bahwa
perkembangan filsafat selama seribu tahun yang lalu itu baru terjadi setelah
orang-orang Arab mencurahkan perhatian besar pada berbagai bidang ilmu
pengetahuan dan setelah mereka memainkan peranan yang sangat menonjol.
Baca juga: Filsafat sebagai Ilmu Kritis - Franz Magnis Suseno
Kini orang Arab kembali
mencurahkan perhatiannya sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. Adalah sukar
bagi orang-orang Arab untuk dapat menguasai kembali kepemimpinan dalam ilmu
filsafat sebelum mereka menghayati kembali ilmu pengetahuan secara masif. Dan sebelum
mereka bangkit meraih ilmu pengetahuan yang pernah hilang itu ke tangan mereka
sendiri.