Sayangnya, masyarakat kita kerap lupa akan keniscayaan daya rusak akibat hadirnya pertambangan yang tak jarang menimbulkan konflik, kekerasan, pelanggaran HAM dan pemiskinan yang berkepanjangan.
Akibatnya, cerita tutur yang sama akan berulang, hanya dengan versi yang lebih baru dan mencekam serta memberikan rasa ketakutan terhadap kelangsungan ekologi, lingkungan dan yang paling penting tentang eksistensi masyarakat adat dari pengaruhnya penguasa-penguasa negeri yang sedang giat membangun kerajaan bisnis dan praktik politiknya melalui sektor pertambangan ini.
Kita dan generasi saat ini maupun yang akan datang harus sadar untuk tetap eksis memperbincangkan soal-soal ini lebih jauh dan mendalam. Memastikan statis dan kedudukan tanah bukanlah ladang bebas yang harus dijarah semena-mena oleh kaki-tangan negara dengan seluruh peralatannya. Kemampuan kolektifitas dan semangat solidaritas harus menjadi tolak ukur primer sebagai basis kekuatan menyelamatkan tanah milik rakyat atas kemanfaatan dan kepastian dihadapan hukum dalam cara-cara yang lebih adil dan bermartabat.. (to be continued...)