Social Punishment



Disini muncul ketidakpastian tentang hak kita membunuh (berketidakadilan) dan kemampuan kita untuk saling meyakinkan. Tanpa kesalahan mutlak, tidak ada keadilan tertinggi.

Padahal kita semua pernah berbuat salah, meskipun, umpamanya kesalahan tersebut tidak terjangkau oleh tangan-tangan hukum, dan merupakan kejahatan yang tidak diketahui orang (invesible) dari kesalahan atas wewenang (misuse of authority) maupun penyalahgunaan wewenang (abuse of power).

Mungkin kita akan berprasangka bahwa tidak ada manusia yang benar-benar adil, yang ada hanyalah nurani yang berlebihan atau berkekurangan rasa keadilan. Hidup sedikitnya membuat kita paham akan hal ini serta menyebabkan kita sedikitnya berbuat kebajikan untuk mengimbangi kejahatan yang telah pernah kita perbuat semasa hidup. Hak hidup seperti ini, yang memberi kesempatan pada kita untuk memperbaiki diri, adalah hak alami semua manusia, bahkan mereka yang paling jahat sekalipun.

Penjahat yang paling keji dan hakim paling adil berdiri berdampingan, bersama-sama mengalami nasib malang dalam solidaritasnya yang terorganisir maupun yang mencari jalan lintasan untuk melunak.

@manawaLOG_

Tanpa hak tersebut, kehidupan moral menjadi mustahil dan orang akan menganggap tak ada keseimbangan yang abadi.

Tidak seorangpun diantara kita berhak memutuskan harapan orang lain maupun harapan terhadap diri sendiri, kecuali sesudah orang tersebut mati, dan mengubah hidupnya menjadi sekadar nasib yang harus dijalani, lalu menjatuhkan hukuman yang tidak dapat diubah oleh pikiran.

Akan tetapi menjatuhkan hukuman pasti tidak berubah sebelum seorang meninggal ataupun mereka akan menutup rekening dosa, sementara pemberi pinjaman masih ada, tidak ada yang berhak atas itu.

Dalam batasan ini, sekurang-kurangnya orang yang mengadili orang lain secara mutlak itu berarti menghukum diri sendiri secara mutlak pula dalam firasat kesadaran dan kealpaan. Continued…..

Related Posts: