Bung Karno dan Hatta berjumpa diskusinya seputar Indonesia merdeka, Bung Karno dan Tan Malaka berjumpa diskusinya seputar Marxisme, Bung Karno dan Mohammad Natsir berjumpa diskusinya seputar Nasionalisme-Islamisme dan seterusnya. Intinya tiap pertemuan dan wacana diskusi mereka adalah tak pernah kering dan nihil akan epistemologi, teori dan referensi walau ditengah situasi dan kondisi Negara yang tidak stabil pada saat itu.
Dengan seperti itu, kita sebagai generasi abad-21 atau era reformasi teruslah melakukan evaluasi diri, kritik terhadap diri sendiri, agar mampu bertahan ditengah segala macam bentuk hegemoni. Kalau ada yang mengkritik bahwa kami terjebak dalam logika romantisisme masa lalu, itu suatu kekeliruan dan cara pandang yang perlu diperbaiki.
Salah satu budaya Intelektual yang tak boleh mati dan pupus adalah menjaga asah daripada spirit diskursus dari tiap pertemuan ke pertemuan.
Merespon laju dan pengaruh globalisasi dan teknologi mesti dengan SDM yang matang dan utuh. Kalau tidak maka kita sendiri yang akan tergilas.
Diskusi ringan dengan aneka topik, mulai dari HAM, pasca putusan Hakim terhadap Ferdy Sambo, Ricard Eliezer, Bu PC hingga keadaan antropologis manusia Maluku saat ini.
Mengapa Antropologi manusia Maluku saat ini mesti dilacak ulang?
Dalam gambaran ini kita mencoba melihat pergeseran pemikiran dan paradigma Manusia Maluku, mulai dari ketika dia bersingungan dengan politik, baik secara kacamata historis maupun komtemporer, pengaruh politik Nasional, lokal, hingga dominannya feodalisme politik yang sampai saat ini masih mengakar dan tumbuh subur disana,serta bagaimana mencari jalan keluar dibalik benang kusut ini.
Apakah watak masyarakat yang sulit melakukan lompatan paradigma ini dipengaruhi oleh letak geografis kah, lingkungan kah, pola makan kah, udara kah, atau memang setting elit Negara dan politisi untuk terus berupaya memelihara keadaan ini demi keberlangsungan politiknya.
Mari sama-sama kita telusuri tabir gelap ini,sebagai seorang Intelektual yang bertanggung jawab (Responsible intellectual). Kalaupun kaum mudanya atau yang tercerahkan ikut hilang kendali, hilang arah,maka jangan pernah berharap lebih ada cahaya kehidupan dan perubahan pemikiran yang akan lahir dari sana.
Stop bicara politik dan tukar kursi di 2024, karena itu hanya akan menjadi benalu dan kanker yang membunuh nalar kritis dan pikiran kita yang ada dalam kepala ketimbang membawa berkah.
Upaya menyelamatkan masyarakat Maluku daripada pengaruh para Neo-leviathan adalah salah satu hal yang patut diprioritaskan dan terus dikampanyekan.
Catatan musim hujan | Salam Literasi
W.F.Tanasale - Jong Maluku