manawaLOG | Konflik Kekerasan yang terkait dengan gerakan-gerakan tradisional/kebudayaan sudah berlangsung sejak lama di bumi Indonesia. Persoalan egoisme antar suku dan perbedaan pilihan politik merupakan pemicu awal dari perseteruan komunal lokal di era reformasi saat ini. Sehingga tak jarang situasi tersebut sering di manfaatkan oleh kekuasaan politik dan korporat lokal demi menjaga eksistensi mereka.
Maluku adalah daerah yang dengan kadar konflik dan kerusuhan berlatar kepentingan kerap terjadi dan tak kunjung henti sampai saat ini. Aksi kekerasan yang mengatasnamakan elemen masyarakat hampir merata di seluruh kawasan terutama pada momen politik, agenda-agenda Negara (BPK/BPKP/KPK) yang berkaitan dengan penyidikan keuangan dan kepentingan korporat lainnya dalam siklus kepentingan menguasai lahan kawasan hutan produksi yang juga memiliki potensi produksi tambang jenis galian vital di daerah Maluku.
Harus di pahami bahwa konflik yang terjadi di Maluku secara sepintas tampak seperti konflik antara suku. Namun perlu kiranya di telusuri secara mendalam akar penyebabnya, sebab rakyat yang terlibat di dalam ruang konflik tidak lebih korban kepentingan catur ekonomi dan politik, kekuasaan maupun korporat. dengan demikian ruang konflik bisa saja disiasatu sebagai senjata elit politik dan korporasi lokal di Maluku dalam menguasai lahan kawasan hutan produksi.
Baca Juga: Soroti Kasus Pelanggaran HAM Tamilouw
Terlepas dari pertentangan yang sering terjadi di kehidupan sosial kita dewasa ini, kiranya kita perlu meresponnya dengan baik dan bijak setiap kejadian konflik, sebab kesenjangan dan ketimpangan itu bisa saja di manfaatkan oleh sebagian oknum masyarakat maupun kekuasaan dalam mencapai kepentingan ekonomi dan politik mereka. Sebut saja konflik yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Maluku Tengah, mulai dari konflik antar pemuda Desa Tamilouw dan Desa Pelau, Tamilouw dan Key, hingga Konflik yang melibatkan masyarakat Desa Tamilouw dan masyarakat Dusun Ruhua, maupun Desa Sepa.
Tentunya, rentetan konflik ini terindikasi di rekayasa (message of political coflict), ada aktor intelektual yang sengaja bermain di belakang layar dalam konflik sipil yang berkepanjangan. untuk itu dalam melihat konflik sipil, perlu kiranya kita telusuri peristiwa penting sebelum konflik. Misalnya peristiwa agenda negara dalam menyelidiki kasus penyalahgunaan keuangan negara di daerah dan momen politik hingga persoalan korporat lokal dalam kepentingan merebut lahan kawasan produksi.
Sebelum konflik, meletusnya konflik sipil yang berkepanjangan di Maluku Tengah terdapat beberapa peristiwa penting yang melatar belakangi hal itu, di antaranya agenda issue kedatangan KPK ke Maluku. Kedatangan ini merupakan sinyal negatif bagi kekuasaan lokal di Maluku, terlebih di kabupaten Maluku tengah yang merupakan daerah rawan akan praktek KKN.
Lebih lanjut Maluku Tengah sedang berada pada momen pergantian kekuasaan (job transition) di mana momen tersebut membuka peluang bagi para elit lokal yang baru untuk menunjukkan taring nalar kekuasaannya. Dengan demikian timbul ancaman terhadap kekuasaan lama yang dalam hal ini kubuh petahana sehingga desain konfik yang merupakan jalan alternatif untuk mengukur kekuatan politik di setiap daerah pemilihan (dapil) tinggak desa dan kecamatan yang di sinyalir memiliki lumbung suara terbanyak. Selain itu dua desa yang sampai saat ini masih dilanda konflik yang berkepanjangan yakni Desa Tamilouw dan dusun Ruhunusa Desa Sepa merupakan wilayah yang sedang di targetkan oleh korporat untuk melakukan apa yang namanya eksploitasi tanah masyarakat adat berlatar misi pembangunan.
Terlebih kalau kita melihat kinerja Pemerintah dan aparat keamanan dalam menangani konflik, baik pemerintah maupun aparat tidak bertindak proaktif-persuasif dalam mengatasi dan menyelesaikan rentetan konflik yang ada. Sikap aparat yang lalai dalam melakukan pengamanan, alih-alih melakukan pencegahan justru kerapkali tampak tampil sebagai penonton ketika terjadi pelanggaran, pertikaian dan pengrusakan serta peristiwa hukum sedang berlangsung didepan mata.
Analisa kasus di atas kiranya sedikit demi sedikit kita sebagai masyarakat harus lebih sabar dan jelih dalam merespon fenomena Konflik yang terjadi dalam kehidupan sosial kita, sebab konflik bukan hanya bertentangan dengan akal sehat maupun norma hukum yang berlaku, melainkan juga melanggar ajaran agama serta nilai-nilai luhur.